Rabu, 10 Desember 2008

Bila Anda siap MENDAPATKAN, sudahkan Anda juga siap KEHILANGAN?

Memang, ada beragam cara menyikapi kehilangan. Dari mulai marah-marah,menangis, protes pada takdir, hingga bunuh diri. Masih ingatkah Anda pada tokoh-tokoh ternama, yang tega membunuh diri sendiri hanya karena
sukses mereka terancam pudar? Barangkali kisah yang saya adaptasi dari The Healing Stories karya GW Burns berikut ini, dapat memberikan inspirasi.

Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur.
Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.

Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering
marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang
layak.
Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin
bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.

Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan
mengambilnya. "Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,"
gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.

"Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno," kata teller
itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.

Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia
lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.
Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada
waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar
kepada lelaki itu.

Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu
meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar
dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu.
Dia pun segera membawanya pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.

Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia
terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar.
Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan
belati, merampas uang itu, lalu kabur.

Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, "Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, "Oh, bukan apa-apa. Hanya
sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi".

Memang, ada beragam cara menyikapi kehilangan. Semoga kita termasuk
orang yang bijak menghadapi kehilangan dan sadar bahwa sukses hanyalah TITIPAN Tuhan. Benar kata orang bijak, manusia tak memiliki apa-apa kecuali pengalaman hidup. Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun,kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?

manusia super

Tanpa disadari terkadang sikap apatis menyertai saat langkah kaki mengarungi tuk coba taklukkan ibukota negri ini. Semoga kita selalu diingatkan.

Sekedar berbagi cerita di forum orang-orang super dalam keindahan hari ini :

Siang ini February 6, 2008, tanpa sengaja, saya bertemu dua manusia super. Mereka mahluk mahluk kecil, kurus, kumal berbasuh keringat. Tepatnya di atas jembatan penyeberangan setia budi, dua sosok kecil berumur kira kira delapan tahun menjajakan tissue dengan wadah kantong plastik hitam. Saat menyeberang untuk makan siang mereka menawari saya tissue di ujung jembatan, dengan keangkuhan khas penduduk Jakarta saya hanya mengangkat tangan lebar-lebar tanpa tersenyum yang dibalas dengan sopannya oleh mereka dengan ucapan, "Terima kasih Oom!". Saya masih tak menyadari kemuliaan mereka dan cuma mulai membuka sedikit senyum seraya mengangguk ke arah mereka.

Kaki-kaki kecil mereka menjelajah lajur lain di atas jembatan, menyapa seorang laki-laki lain dengan tetap berpolah seorang anak kecil yang penuh keceriaan, laki-laki itupun menolak dengan gaya yang sama dengan saya, lagi-lagi sayup sayup saya mendengar ucapan terima kasih dari mulut kecil mereka. Kantong hitam tampat stok tissue dagangan mereka tetap teronggok di sudut jembatan tertabrak derai angin Jakarta. Saya melewatinya dengan lirikan ke arah dalam kantong itu, duapertiga terisi tissue putih berbalut plastik transparan.
Setengah jam kemudian saya melewati tempat yang sama dan mendapati mereka tengah mendapatkan pembeli seorang wanita, senyum di wajah mereka terlihat berkembang seolah memecah mendung yang sedang manggayut langit Jakarta.
"Terima kasih ya mbak, semuanya dua ribu lima ratus rupiah!" tukas mereka, tak lama si wanita merogoh tasnya dan mengeluarkan uang sejumlah sepuluh ribu rupiah.
"Maaf, nggak ada kembaliannya ... ada uang pas nggak mbak?" mereka menyodorkan kembali uang tersebut. Si wanita menggeleng, lalu dengan sigapnya anak yang bertubuh lebih kecil menghampiri saya yang tengah mengamati mereka bertiga pada jarak empat meter.
"Om boleh tukar uang nggak, receh sepuluh ribuan?" suaranya mengingatkan kepada anak lelaki saya yang seusia mereka. Sedikit terhenyak saya merogoh saku celana dan hanya menemukan uang sisa kembalian food court sebesar empat ribu rupiah.
"Nggak punya!” tukas saya, lalu tak lama si wanita berkata, "Ambil saja kembaliannya, dik!" sambil berbalik badan dan meneruskan langkahnya ke arah ujung sebelah timur.
Anak ini terkesiap, ia menyambar uang empat ribuan saya dan menukarnya dengan uang sepuluh ribuan tersebut dan meletakkannya ke genggaman saya yang masih tetap berhenti, lalu ia mengejar wanita tersebut untuk memberikan uang empat ribu rupiah tadi. Si wanita kaget, setengah berteriak ia bilang "Sudah buat kamu saja, nggak apa-apa ambil saja !", namun mereka berkeras mengembalikan uang tersebut. "Maaf mbak, cuma ada empat ribu, nanti kalau lewat sini lagi saya kembalikan!"
Akhirnya uang itu diterima si wanita karena si kecil pergi meninggalkannya.
Tinggallah episode saya dan mereka, uang sepuluh ribu di genggaman saya tentu bukan sepenuhnya milik saya. Mereka menghampiri saya dan berujar, "Om, bisa tunggu ya, saya ke bawah dulu untuk tukar uang ke tukang ojek !"
"Eeh, nggak usah .. nggak usah .. biar aja .. nih!" saya kasih uang itu ke si kecil, ia menerimanya tapi terus berlari ke bawah jembatan menuruni tangga yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek.
Saya hendak meneruskan langkah tapi dihentikan oleh anak yang satunya, "Nanti dulu Om, biar ditukar dulu..sebentar."
"Nggak apa apa, itu buat kalian." Lanjut saya.
"Jangan .. jangan Om, itu uang Om sama mbak yang tadi juga." anak itu bersikeras.
"Sudah .. saya Ikhlas, mbak tadi juga pasti ikhlas!” saya berusaha membargain, namun ia menghalangi saya sejenak dan berlari ke ujung jembatan berteriak memanggil temannya untuk segera cepat, secepat kilat juga ia meraih kantong plastik hitamnya dan berlari ke arah saya.
"Ini deh Om, kalau kelamaan, maaf .." ia memberi saya delapan pack tissue.
"Buat apa?" saya terbengong.
"Habis teman saya lama sih Om, maaf, tukar pakai tissue aja dulu." Walau dikembalikan ia tetap menolak.
Saya tatap wajahnya, perasaan bersalah muncul pada rona mukanya. Saya kalah set, ia tetap kukuh menutup rapat tas plastic hitam tissuenya. Beberapa saat saya mematung di sana, sampai si kecil telah kembali dengan genggaman uang receh sepuluh ribu, dan mengambil tissue dari tangan saya serta memberikan uang empat ribu rupiah.
"Terima kasih Om!" Mereka kembali ke ujung jembatan sambil sayup sayup terdengar percakapan, "Duit mbak tadi gimana..?" Suara kecil yang lain menyahut, "Lu hafal kan orangnya, kali aja ketemu lagi ntar kita kasihin ..."
Percakapan itu sayup sayup menghilang, saya terhenyak dan kembali ke kantor dengan seribu perasaan.
Tuhan, hari ini saya belajar dari dua manusia super, kekuatan kepribadian mereka menaklukan Jakarta membuat saya trenyuh, mereka berbalut baju lusuh tapi hati dan kemuliaannya sehalus sutra, mereka tahu hak mereka dan hak orang lain, mereka berusaha tak meminta minta dengan berdagang Tissue. Dua anak kecil yang bahkan belum baligh, memiliki kemuliaan di umur mereka yang begitu belia.
YOU ARE ONLY AS HONORABLE AS WHAT YOU DO
(Engkau hanya semulia yang kau kerjakan.)



Selasa, 09 Desember 2008

pensil


Pembuat pensil itu menaruh pensil yang baru selesai dibuatnya ke samping sebentar, sebelum ia memasukkannya ke dalam kotak. Ada 5 hal yang perlu kau ketahui, katanya kepada pensil, sebelum kau kukirim ke seluruh dunia. Hendaknya kau ingat selalu pesanku berikut ini, dan jangan sampai lupa. Yakinlah kau bakal berhasil menjadi pensil yang terhebat.
· SATU: Kau bakal bisa melakukan banyak hal besar, tetapi hanya bila kau mau membiarkan dirimu dipegang dalam tangan seseorang.
· DUA: Kau akan menderita tiap kali engkau diruncingkan, tapi kau butuh itu agar bisa menjadi pensil yang lebih baik.
· TIGA: Kau bakal bisa mengoreksi tiap kesalahan yang mungkin kau lakukan.
· EMPAT: Bagian terpenting dari dirimu adalah apa yang ada di dalam.
· dan LIMA: Pada tiap permukaan di mana kau dipakai, tinggalkanlah jejakmu. Apapun kondisinya, kau harus terus lanjutkan menulis.
Pensil itu angguk mengerti dan berjanji akan mengingat nasihat tersebut. Dan memasuki kotak yang akan dieksport itu dengan suatu tekad kuat dalam hatinya.
Bertukar tempatlah dengan pensil itu; ingatlah nasihat yang sama tadi dan yakinlah, kitapun pasti akan berhasil menjadi orang terbaik.
· SATU: Kita bakal bisa berbuat banyak hal besar, tetapi hanya apabila kita membiarkan diri kita berada dan dipegang dalam tanganNya, serta mengizinkan orang lain mengakses talenta yang kita miliki.
· DUA: Kitapun akan menderita saat diruncingkan, yaitu dalam proses melewati macam problema hidup, tapi kita butuh itu agar jadi lebih kuat.
· TIGA: Kita bakal mampu memperbaiki kesalahan apapun yang mungkin kita lakukan.
· EMPAT: Bagian terpenting dari diri kita adalah apa yang ada di dalam, yakni hati nurani kita.
· dan LIMA: Dalam setiap peristiwa dan lembaran hidup yang kita jalani, kita harus meninggalkan jejak kita . Tak peduli bagaimanapun situasinya, kita harus tetap melanjutkan tugas kita.